Oleh : Zulkarnain, Staf Divhumas Polri.
Pada hari Kamis, 28 April 2011 antara pukul 09.00 WIB s/d 13.00 WIB di hotel Sari Pan Pasific Jakarta Pusat di selenggarakan peluncuran dan diskusi tentang buku “Good Policing : Instruments, Models and Practices” atau dapat diterjemahkan “Tata Kelola Perpolisian yang Baik : Perangkat, Model dan Praktek”. Buku ini diluncurkan langsung oleh pengarangnya yaitu Prof. Dr. Monica den Broer (Kepala Akademi Polisi Bidang Perpolisian Internasional Universitas VU Amsterdam) dan Prof. Dr. Changwon Pyo (Dosen Universitas Kepolisian Korea Selatan).
Buku ini terdiri dari 5 (lima) bab, yaitu Bab 1 tentang “Perangkat-perangkat Yang Digunakan Untuk Perpolisian Yang Baik”. Bab 2 tentang “Model-Model Perpolisian Yang Baik”, isinya : Perpolisian Demokratis, Perpolisian Hak Azasi Manusia, Perpolisian Masyarakat, Perpolisian Berorientasi Permasalahan, Perpolisian Lingkungan, Perpolisian Penjamin Ketenangan, Perpolisian yang Berfokus pada Warga, Perpolisian Berbasis Nilai, Perpolisian Sentral. Bab 3 tentang “Mekanisme Pengawasan Kepolisian”. Bab 4 tentang “Penerapan Perpolisian Yang Baik”. Bab 5 tentang “Praktek-praktek Terbaik Dan Arah Kedepannya”, isinya : Indikator Utama Praktek-praktek Terbaik, Akuntabilitas dan Transparansi, Kesigapan, Akses Terhadap Hukum, Kepemimpinan, Kerangka Kerja Strategis, Manajemen, Pelatihan dan Pengembangan Profesional, Manangani Keaneka Ragaman dan Budaya Organisasi.
>
Tema utama dari buku ini “Good Policing : Istruments, Models and Practices” ini adalah perilaku polisi. Disemua masyarakat, lembaga kepolisian menduduki tempat penting dalam hubungan antara pemerintahan dan warganya. Jelas, kepolisian diseluruh dunia memiliki monopoli atas penggunaan kekerasaan yang diakui secara hukum dan memberi mereka tanggung jawab khusus dalam hal etika dan perilaku yang sesuai dengan hukum. Tindakan polisi harus dilaksanakan sesuai dengan standar profesional tertinggi. Hal ini akan memberi peran yang lebih dominan bagi para politisi, admistrator dan manajer kepolisian dalam memantau dan mengembangakan kualtias perpolisian diberbagai aspek. Pada saat yang bersamaan, tugas dari seorang petugas kepolisian tidaklah mudah. Banyak negara yang harus berupaya keras untuk mengatasi ketidak setaraan ekonomi, perbedaan pandangan politik, pertikaian industrial dan ketegangan diwilayah perkotaan dan antar suku yang dapat menimbulkan pertikaian antara polisi dan warga ini terlihat jelas pada negara-negara yang rapuh atau negara-negara yang memiliki keteganan etnis, agama dan separatisme.
Dibeberapa wilayah tertentu, hal ini dapat membawa pada ketidakpuasan, dimana tindakan kepolisian dianggap sebagai perpanjangan tangan dari pemerintahan yang represif. Hal ini dapat mendorong terjadinya budaya impunitas yang dikaitkan dengan kasus-kasus ekstrim pelanggaran berat terhadap hak azasi manusia. Hal ini dapat mencakup pula penghilangan orang, pembunuhan yang tidak sah, penyiksaan, kekerasaan, kekerasan verbal, kekasaran atau penyalahgunaan wewenang. Para penguasa mungkin enggan untuk meminta pertanggung jawaban petugas kepolisian yang terlibat, dan mungkin juga terjadi kegagalan bagi korban untuk memperoleh keadilan, bahkan mungkin saja masyarakat justru memaklumi pelanggaran yang dilakukan oleh para petugas kepolisian tersebut.
Dalam diskusi dan peluncuran ini key note speaknya adalah Kapolri. Beberapa hal penting dalam Key Note Speak Kapolri yang disampaikan oleh Kabaharkam Polri adalah :
Apabila kita menyimak lebih jauh isi buku ini akan semakin menarik karena penulis juga mengupas secara komprehensif tentang kesenjangan dan dilema etis di lingkungan kepolisian, berbagai tantangan khusus seperti memerangi kejahatan terorganisasi dan terorisme, serta topik sensitif seperti perlindungan terhadap kelompok minoritas. Disamping itu, selain mendeskripsikan instrumen dan model perpolisian yang baik di eropa dan asia, penulis juga mengulas tentang mekanisme pengawasan, praktik perpolisian yang baik, indikator kunci, dan bagaimana mengembangkan perilaku yang baik di masa mendatang.
Saya selaku pimpinan polri menyambut baik inisiatif ini dengan harapan semoga buku panduan ini dapat dijadikan sebagai salah satu acuan dan input positif dalam pengembangan sistem perpolisian di indonesia, didalam menjawab tantangan tugas yang semakin berat dan kompleks, menuju polri yang profesional, bermoral dan modern serta dipercaya masyarakat, sebagaimana sasaran dari reformasi birokrasi polri.
Seiring dengan perkembangan demokratisasi kehidupan berbangsa dan bernegara, sejak reformasi polri bergulir dari mulai tahun 1999, institusi polri secara resmi tidak lagi menjadi bagian dari angkatan bersenjata republik indonesia. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa reformasi polri merupakan momentum awal yang penting untuk mengembalikan jati diri profesi kepolisian yang dibangun melalui internalisasi dari prinsip-prinsip demokrasi atau lebih dikenal sebagai paradigma democratic policing, dimana transparansi dan akuntabilitas serta penerapan standar hak asasi manusia merupakan elemen penting yang tidak dapat diabaikan yang pada gilirannya dapat memberikan pengaruh kepada legitimasi polri di mata publik.
Untuk mewujudkan paradigma baru tersebut, polri secara berlanjut dan berkesinambungan telah melaksanakan perubahan di berbagai bidang baik secara instrumental, struktural maupun kultural, sebagai upaya mewujudkan institusi pelayan publik yang profesional, bermoral, modern dan dipercaya masyarakat dengan berpedoman pada prinsip good governance dan clean government.
Selanjutnya, guna menyelenggarakan fungsi kepolisian yang efektif, efisien serta dalam rangka memantapkan kemandirian polri, disusunlah arah kebijakan polri yang disebut dengan grand strategy polri tahun 2005 – 2025, yang meliputi 3 (tiga) tahapan waktu yaitu tahap I trust building (2005–2009), tahap II partnership building (2010–2014) dan tahap III strive for excellence (2015–2025).
Sebagai upaya untuk melanjutkan reformasi birokrasi polri, saat ini telah dicanangkan arah kebijakan strategis melalui program revitalisasi polri, yang terdiri dari 3 pilar, yang merupakan road map/ peta jalan, yaitu : penguatan institusi; terobosan kreatif; dan peningkatan integritas.
Dengan 3 pilar tersebut, polri diharapkan mampu mendayagunakan sumber daya yang dimiliki berdasarkan skala prioritas sehingga mampu melaksanakan peran sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat, penegak hukum yang jujur dan adil, menjunjung tinggi HAM, moral dan etika, serta transparansi dan akuntabel.
Semoga saja segera terwujud.
sumber : www.polri.go.id
Pada hari Kamis, 28 April 2011 antara pukul 09.00 WIB s/d 13.00 WIB di hotel Sari Pan Pasific Jakarta Pusat di selenggarakan peluncuran dan diskusi tentang buku “Good Policing : Instruments, Models and Practices” atau dapat diterjemahkan “Tata Kelola Perpolisian yang Baik : Perangkat, Model dan Praktek”. Buku ini diluncurkan langsung oleh pengarangnya yaitu Prof. Dr. Monica den Broer (Kepala Akademi Polisi Bidang Perpolisian Internasional Universitas VU Amsterdam) dan Prof. Dr. Changwon Pyo (Dosen Universitas Kepolisian Korea Selatan).
Buku ini terdiri dari 5 (lima) bab, yaitu Bab 1 tentang “Perangkat-perangkat Yang Digunakan Untuk Perpolisian Yang Baik”. Bab 2 tentang “Model-Model Perpolisian Yang Baik”, isinya : Perpolisian Demokratis, Perpolisian Hak Azasi Manusia, Perpolisian Masyarakat, Perpolisian Berorientasi Permasalahan, Perpolisian Lingkungan, Perpolisian Penjamin Ketenangan, Perpolisian yang Berfokus pada Warga, Perpolisian Berbasis Nilai, Perpolisian Sentral. Bab 3 tentang “Mekanisme Pengawasan Kepolisian”. Bab 4 tentang “Penerapan Perpolisian Yang Baik”. Bab 5 tentang “Praktek-praktek Terbaik Dan Arah Kedepannya”, isinya : Indikator Utama Praktek-praktek Terbaik, Akuntabilitas dan Transparansi, Kesigapan, Akses Terhadap Hukum, Kepemimpinan, Kerangka Kerja Strategis, Manajemen, Pelatihan dan Pengembangan Profesional, Manangani Keaneka Ragaman dan Budaya Organisasi.
>
Tema utama dari buku ini “Good Policing : Istruments, Models and Practices” ini adalah perilaku polisi. Disemua masyarakat, lembaga kepolisian menduduki tempat penting dalam hubungan antara pemerintahan dan warganya. Jelas, kepolisian diseluruh dunia memiliki monopoli atas penggunaan kekerasaan yang diakui secara hukum dan memberi mereka tanggung jawab khusus dalam hal etika dan perilaku yang sesuai dengan hukum. Tindakan polisi harus dilaksanakan sesuai dengan standar profesional tertinggi. Hal ini akan memberi peran yang lebih dominan bagi para politisi, admistrator dan manajer kepolisian dalam memantau dan mengembangakan kualtias perpolisian diberbagai aspek. Pada saat yang bersamaan, tugas dari seorang petugas kepolisian tidaklah mudah. Banyak negara yang harus berupaya keras untuk mengatasi ketidak setaraan ekonomi, perbedaan pandangan politik, pertikaian industrial dan ketegangan diwilayah perkotaan dan antar suku yang dapat menimbulkan pertikaian antara polisi dan warga ini terlihat jelas pada negara-negara yang rapuh atau negara-negara yang memiliki keteganan etnis, agama dan separatisme.
Dibeberapa wilayah tertentu, hal ini dapat membawa pada ketidakpuasan, dimana tindakan kepolisian dianggap sebagai perpanjangan tangan dari pemerintahan yang represif. Hal ini dapat mendorong terjadinya budaya impunitas yang dikaitkan dengan kasus-kasus ekstrim pelanggaran berat terhadap hak azasi manusia. Hal ini dapat mencakup pula penghilangan orang, pembunuhan yang tidak sah, penyiksaan, kekerasaan, kekerasan verbal, kekasaran atau penyalahgunaan wewenang. Para penguasa mungkin enggan untuk meminta pertanggung jawaban petugas kepolisian yang terlibat, dan mungkin juga terjadi kegagalan bagi korban untuk memperoleh keadilan, bahkan mungkin saja masyarakat justru memaklumi pelanggaran yang dilakukan oleh para petugas kepolisian tersebut.
Dalam diskusi dan peluncuran ini key note speaknya adalah Kapolri. Beberapa hal penting dalam Key Note Speak Kapolri yang disampaikan oleh Kabaharkam Polri adalah :
Apabila kita menyimak lebih jauh isi buku ini akan semakin menarik karena penulis juga mengupas secara komprehensif tentang kesenjangan dan dilema etis di lingkungan kepolisian, berbagai tantangan khusus seperti memerangi kejahatan terorganisasi dan terorisme, serta topik sensitif seperti perlindungan terhadap kelompok minoritas. Disamping itu, selain mendeskripsikan instrumen dan model perpolisian yang baik di eropa dan asia, penulis juga mengulas tentang mekanisme pengawasan, praktik perpolisian yang baik, indikator kunci, dan bagaimana mengembangkan perilaku yang baik di masa mendatang.
Saya selaku pimpinan polri menyambut baik inisiatif ini dengan harapan semoga buku panduan ini dapat dijadikan sebagai salah satu acuan dan input positif dalam pengembangan sistem perpolisian di indonesia, didalam menjawab tantangan tugas yang semakin berat dan kompleks, menuju polri yang profesional, bermoral dan modern serta dipercaya masyarakat, sebagaimana sasaran dari reformasi birokrasi polri.
Seiring dengan perkembangan demokratisasi kehidupan berbangsa dan bernegara, sejak reformasi polri bergulir dari mulai tahun 1999, institusi polri secara resmi tidak lagi menjadi bagian dari angkatan bersenjata republik indonesia. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa reformasi polri merupakan momentum awal yang penting untuk mengembalikan jati diri profesi kepolisian yang dibangun melalui internalisasi dari prinsip-prinsip demokrasi atau lebih dikenal sebagai paradigma democratic policing, dimana transparansi dan akuntabilitas serta penerapan standar hak asasi manusia merupakan elemen penting yang tidak dapat diabaikan yang pada gilirannya dapat memberikan pengaruh kepada legitimasi polri di mata publik.
Untuk mewujudkan paradigma baru tersebut, polri secara berlanjut dan berkesinambungan telah melaksanakan perubahan di berbagai bidang baik secara instrumental, struktural maupun kultural, sebagai upaya mewujudkan institusi pelayan publik yang profesional, bermoral, modern dan dipercaya masyarakat dengan berpedoman pada prinsip good governance dan clean government.
Selanjutnya, guna menyelenggarakan fungsi kepolisian yang efektif, efisien serta dalam rangka memantapkan kemandirian polri, disusunlah arah kebijakan polri yang disebut dengan grand strategy polri tahun 2005 – 2025, yang meliputi 3 (tiga) tahapan waktu yaitu tahap I trust building (2005–2009), tahap II partnership building (2010–2014) dan tahap III strive for excellence (2015–2025).
Sebagai upaya untuk melanjutkan reformasi birokrasi polri, saat ini telah dicanangkan arah kebijakan strategis melalui program revitalisasi polri, yang terdiri dari 3 pilar, yang merupakan road map/ peta jalan, yaitu : penguatan institusi; terobosan kreatif; dan peningkatan integritas.
Dengan 3 pilar tersebut, polri diharapkan mampu mendayagunakan sumber daya yang dimiliki berdasarkan skala prioritas sehingga mampu melaksanakan peran sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat, penegak hukum yang jujur dan adil, menjunjung tinggi HAM, moral dan etika, serta transparansi dan akuntabel.
Semoga saja segera terwujud.
sumber : www.polri.go.id